sungai tohor

sungai tohor
kabupaten kepulauan meranti,Riau
Powered By Blogger

BERITA

Kamis, 04 Desember 2014

kisah anak kerja keras ingin melanjutkan pendidikan

kisah anak yang kerja keras demi melanjutkan pendidikan 


                                      afrizal alias piyi lagi mengupas tual sagu

Sungai tohor- panas teriknya matahari di siang hari seorang anak menyusuri jalan sentosa yang penuh keramaian sambil memikul kapak yang ukurannya 20 kali lipat dari badannya.keringat yang membasahi baju kaosnya yang tampak kusam.seakan-akan memberi isyarat betapa banyak energi yang telah di keluarkan mengupas tual sagu/rumbia. Seorang bocah buruh sagu,namun kehidupan yang memaksanya untuk menjalani rutinitas sebagai pengupas tual sagu karna memang tiada pilihan untuk berpaling. Afrizal (12) yang akrab di pangil piyi anak pertama dari tiga bersaudara.merupakan satu dari ribuan anak-anak di desa sungai tohor yang harus berjuang bekerja keras dan membanting kan tulang untuk membantu kedua orang tuanya bekerja sebagai pengupas tual sagu,bukan pilihan yang menggenakan.namun perjalanan hidup keluarganya membuat pelajar kelas 5 sd 20 sungai tohor ini harus mengambil pilihan ini. Kurang mampu keluarganya menyekolahkan piyi menyebabkan dia nekat untuk berkerja keras agar mencapai cita-citanya. Meskipun kekuatan dan usianya tak sebanding dengan beban rutinitas yang dijalaninya. '' Saye harus bantu kedua orang tua bekerja untuk membeli peralatan sekolah seperti buku dan pensil. Sedang kan bapak saye buruh sagu juge gajinye pas makan sehari-hari kalaw saye tak bekeje maka depan saye suram tanpa ilmu tutur piyi mengawali ceritanya. Piyi merupakan salah satu anak melayu ingin bekerja sebagai pengupas tual sagu demi meraih mimpinya bisa melanjut kan sekolah layaknya anak-anak lain. Meskipun berjuang dengan agak malu karna bau badanya(rendah diri red) dan memeras tenaga untuk membantu orang tua. Semagat piyi tak pernah luntur walau pun selalu di ledekkan teman sebayanya. Berjalan kaki menyusuri jalan sentosa untuk menuju kilang sagu sudah menjadi rutinitasnya setiap hari pas pulang sekolah. Piyi berjuang keras mengupas tual sagu demi lembaran rupiah. Piyi di upah Rp 1000 rupiah / tual sagu pas pulang sekolah dia bisa mendapatkan 10-15 tual.Kalau hari libur bisa mendapatkan 15-20 tual dengan upah 1000 ruiah. Piyi tak harus kehilagan masa indah anak-anaknya meskipun libur. Tak pernah bermain bersama layaknya anak-anak lain di desa sungai tohor.hari libur dia menghabiskan waktu di kilang sagu untuk mengupas tual sagu.walaw pun tidak ada sagu mau di kupaskan dia menghabiskan waktu di rumah membantu ibunya bersih-bersih halaman rumah. Kemiskinan membuat piyi berjuang keras untuk bisa melanjutkan sekolah. Bukan dia tak mau bermain, tapi jerat kemiskinan membuatnya harus mengguburkan keiginan untuk bermain layaknya anak-anak lain. Keadaan yang memaksa untuk menghabis kan waktu luangnya memegang kapak untuk mengupas tual.menyusuri jalan penuh keramaian dengan jalan berlubang-lubang seakan memberi harapan untuk menuju sukses. Setiap ajakan teman-temannya utuk bermain selalu dijawabnya dengan sebuah jawaban yang tegas dan pasti " saya mau pergi ke bansal sagu untuk mengopek tual sagu" kata piyi sambil berlalu memikul kapak dengan ukuran besar. Dan kemudian pergi ke kilang sagu milik pak abdul manan masyrakat desa sungai tohor. Menjadi saksi bisu satiap ayunan kapak mengenai kulit tual sagu hinga magrib menyapanya (rio susanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar