kisah anak yang kerja keras demi melanjutkan pendidikan
afrizal alias piyi lagi mengupas tual sagu
Sungai
tohor- panas teriknya matahari di siang hari seorang anak menyusuri jalan
sentosa yang penuh keramaian sambil memikul kapak yang ukurannya 20 kali lipat
dari badannya.keringat yang membasahi baju kaosnya yang tampak
kusam.seakan-akan memberi isyarat betapa banyak energi yang telah di keluarkan
mengupas tual sagu/rumbia. Seorang bocah buruh sagu,namun kehidupan yang
memaksanya untuk menjalani rutinitas sebagai pengupas tual sagu karna memang
tiada pilihan untuk berpaling. Afrizal (12) yang akrab di pangil piyi anak
pertama dari tiga bersaudara.merupakan satu dari ribuan anak-anak di desa
sungai tohor yang harus berjuang bekerja keras dan membanting kan tulang untuk
membantu kedua orang tuanya bekerja sebagai pengupas tual sagu,bukan pilihan
yang menggenakan.namun perjalanan hidup keluarganya membuat pelajar kelas 5 sd
20 sungai tohor ini harus mengambil pilihan ini. Kurang mampu keluarganya
menyekolahkan piyi menyebabkan dia nekat untuk berkerja keras agar mencapai
cita-citanya. Meskipun kekuatan dan usianya tak sebanding dengan beban
rutinitas yang dijalaninya. '' Saye harus bantu kedua orang tua bekerja untuk
membeli peralatan sekolah seperti buku dan pensil. Sedang kan bapak saye buruh
sagu juge gajinye pas makan sehari-hari kalaw saye tak bekeje maka depan saye
suram tanpa ilmu tutur piyi mengawali ceritanya. Piyi merupakan salah satu anak
melayu ingin bekerja sebagai pengupas tual sagu demi meraih mimpinya bisa
melanjut kan sekolah layaknya anak-anak lain. Meskipun berjuang dengan agak
malu karna bau badanya(rendah diri red) dan memeras tenaga untuk membantu orang
tua. Semagat piyi tak pernah luntur walau pun selalu di ledekkan teman
sebayanya. Berjalan kaki menyusuri jalan sentosa untuk menuju kilang sagu sudah
menjadi rutinitasnya setiap hari pas pulang sekolah. Piyi berjuang keras
mengupas tual sagu demi lembaran rupiah. Piyi di upah Rp 1000 rupiah / tual
sagu pas pulang sekolah dia bisa mendapatkan 10-15 tual.Kalau hari libur bisa
mendapatkan 15-20 tual dengan upah 1000 ruiah. Piyi tak harus kehilagan masa
indah anak-anaknya meskipun libur. Tak pernah bermain bersama layaknya
anak-anak lain di desa sungai tohor.hari libur dia menghabiskan waktu di kilang
sagu untuk mengupas tual sagu.walaw pun tidak ada sagu mau di kupaskan dia
menghabiskan waktu di rumah membantu ibunya bersih-bersih halaman rumah.
Kemiskinan membuat piyi berjuang keras untuk bisa melanjutkan sekolah. Bukan
dia tak mau bermain, tapi jerat kemiskinan membuatnya harus mengguburkan
keiginan untuk bermain layaknya anak-anak lain. Keadaan yang memaksa untuk
menghabis kan waktu luangnya memegang kapak untuk mengupas tual.menyusuri jalan
penuh keramaian dengan jalan berlubang-lubang seakan memberi harapan untuk
menuju sukses. Setiap ajakan teman-temannya utuk bermain selalu dijawabnya dengan
sebuah jawaban yang tegas dan pasti " saya mau pergi ke bansal sagu untuk
mengopek tual sagu" kata piyi sambil berlalu memikul kapak dengan ukuran
besar. Dan kemudian pergi ke kilang sagu milik pak abdul manan masyrakat desa
sungai tohor. Menjadi saksi bisu satiap ayunan kapak mengenai kulit tual sagu
hinga magrib menyapanya (rio susanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar