sungai tohor

sungai tohor
kabupaten kepulauan meranti,Riau
Powered By Blogger

BERITA

Kamis, 20 Juli 2017

CERITA GAMBUT DARI SUNGAI TOHOR

Bekas kebakaran tahun 2014 di desa sungai tohor. dok Rio susanto

      Sungai tohor adalah ibu kota dari kecamatan Tebingtinggi timur kabupaten kepulauan meranti provinsi Riau, selat panjang merupakan ibukota dari kabupaten kepulauan meranti. Selat panjang salah satu kota transit jalur laut dari pekanbaru menuju pulau batam, pulau karimun dan negara tetangga seperti Malaysia begitu juga sebalikya.
      Desa ini  terlihat sangat indah ketika sang terik matahari muncul pada pagi hari. Suara adzan subuh berkumandang membangunkan siapa pun yang masih terlelap dalam tidurnya. Suara kokok ayam  melengking mengisi senyapnya udara setiap pagi. Kabut/embun putih disetiap paginya menghalangi mata memandang, namun terasa sangat menyejukan. Kabut putih itu seolah menyelimuti desa ini. banyaknya pepohonan yang masih rindang seolah-olah siap siaga menjaga desa ini berdiri dengan begitu kokohnya. Tak heran, jika memasuki musim liburan banyak masyarakat Desa sungai tohor tinggal di luar kota pulang ke kampung untuk bertemu sanak saudaranya yang berada di desa sungai tohor tersebut, atau sering di sebut masyrakat sungai tohor balek kampung besamo.
       Lihatlah,sepanjang jalan memasuki desa ini terlihat rumah tersusun rapi, jalan yang bersih. Dan di setiap rumah memiliki pondok-pondok kecil di mana tempat ini sebagai berkumpul keluarga dan bisa di jadikan tempat santai, kebanyakan di jadikan tempat merokok bagi yang merokok, kalau merokok di dalam rumah bahaya bagi anak kecil dan keluarga yang tidak merokok. ada beberapa gang di sini, tidak terlalu sempit tidak juga terlalu lebar. Juga terdapat beberapa masjid yang sepanjang jalan mudah kita temui, masjidnya terlihat megah dan sangat bersih, setiap adzan berkumandang semua masjid terisi penuh. Para bapak, para ibu, kaum remaja, juga anak-anak ramai memasuki masjid alat shlat dengan rapi melakukan shalat berjamaah.
         Ada juga beberapa kelompok ibu-ibu pkk membuat makan-makanan dari sagu yang terdiri dari beberapa kelompok, adapun jenis makan yang di buat kelompok itu mie sagu,kerupuk sagu,sagu lemak,sagu rendang dan banyak lagi makanan yang terbuat dari sagu sehingga menjadi ciri khas Desa sungai tohor, dan siapa pun yang berkunjung ke Desa ini bisa membeli beberapa makanan untuk oleh-oleh. pohon rumbia yang begitu banyak berdiri dengan kokohnya, ujung-ujung daunnya saling bersentuhan, melambang kan desa ini damai dan tentram. terlihat pula sawah-sawah milik para petani yang ditanami padi masih berwarna hijau sangat indah menggoyangkan ke kanan dan ke kiri mengikuti hembusan angin.
        Tanah di sini begitu subur dengan tanah gambut yang dalam, tak heran terpampang kebun sagu/rumbia yang sangat luas yang sekaligus menjadi mata pencaharian masyarakat desa sungai tohor. sagu di desa sungai tohor di budidaya kan sekitar tahun 1940, dan sempat sagu masyarakat tohor di kuasai tengkulak (penguasa/cukonng) dari tahun 1970 sampai 1995, dan akhirnya dapat lepas sekitar tahun 1980 dan di kelola masyrakat sampai saat ini.
       Pada tahun 2006 kondisi ekosistem pulau ini terus mengalami penurunan kualitas dan kuantitas keberadaan tanaman rumbia terancam saat pemerintah daerah membagun kanal sepanjang 4 km , lebar 2 meter dengan kedalamn 3 meter pada tahun tersebut, dalam rangka mempercepat pembagunan inprastruktur jalan desa. Sayangnya, pembagunan kanal tidak di lengkapi degan pembagunan dam atau overflow (istilah petani. Red) sehingga air laut  masuk dan merusak tananman rumbia masyarakat tersebut. Sungai Tohor sebagai penghasil sagu yang cukup besar terlihat dari produksi sagu basah per bulannya saat ini mencapai 480 ton. Nilai ekonomis sagu yang dinikmati 300 KK di Sungai Tohor ini mencapai Rp 864.000.000. Bahkan dari sagu ini mampu membiayai perjalanan haji beberapa warga. Terjadi penurunan lagi pada tahun 2011 warga menilai penurunan produksi sagu ini terjadi sejak adanya proyek kanalisasi (2009) yang dilakukan oleh PT. Lestari Unggul Makmur, perusahaan pemegang konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) yang merusak ekosistem hutan rawa gambut, tempat tumbuhnya pohon sagu.  dan akhir nya masyrakat desa sungai tohor dan enam desa yang termasuk konsesi tersebut protes ke pemerintah, alhasil sangat mengecewakan pemerintah tidak menindak lanjuti protes masyarakat tersebut,
         Berangkat dari semangat dan konsistensi perlawanan 7 Desa tersebut, WALHI Riau pada 2009 ambil bagian bersolidaritas mendampingi masyarakat mempertahankan wilayah kelola dan ekosistem rawa gambut sumber penghidupan. Konsolidasi dan perluasan dukungan mulai dibangun, bahkan beberapa seniman nasional juga turut membantu perjuangan masyarakat. Tercatat ada Fadly, Rindra, Ring of Fire, Iksan Skuter dan Melanie Subono yang bersolidaritas terhadap perjuangan masyarakat. Puncak penggalangan dukungan publik terhadap penolakan kehadiran PT. LUM terjadi pada 2014. Saat itu, WALHI bersama beberapa lembaga jaringan lainnya dan Abdul Manan, tokoh masyarakat Sungai Tohor membuat sebuah petisi online meminta Joko Widodo selaku Presiden Indonesia yang belum genap sebulan melaksanakan tugasnya melakukan blusukan ke Sungai Tohor untuk melihat bekas kebakaran dahysat yang terjadi di lokasi tersebut pada 2014. Selain itu, juga hendak memperlihatkan kepada Presiden bahwa kehadiran investasi justru merusak lingkungan hidup dan mengancam kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan dan melindungi ekosistem hutan rawa gambut Tebingtinggi Timur.
       Dalam beberapa minggu, petisi menembus angka dukungan lebih dari 20 ribu. Dukungan yang begitu besar ini akhirnya mendapat respon positif, Presiden Joko Widodo dan akhirnya ia melakukan “blusukan asap” ke Sungai Tohor pada 27 November 2014. Kedatangan Presiden ke Sungai Tohor menghadirkan sebuah angin segar bagi perjuangan mengusir PT. LUM dari 7 Desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur. Pada saat hadir, Presiden tidak hanya berkomitmen melawan kebakaran hutan dan gambut, tetapi juga berkomitmen untuk mengkaji ulang izin PT. LUM dan menyerahkannya untuk dijaga dan dimanfatkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.
        Janji Presiden tersebut menjadi penting untuk terus diingatkan, agar pemerintah secara serius melakukan penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan gambut sehingga menimbulkan efek jera. masyarakat meyakni bahwa upaya restorasi gambut harus dibarengi dengan penegakan hukum dan memperkuat kebijakan moratorium Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut. Komitmen Presiden tersebut hendaknya menjadi kebijakan bersejarah, bagaimana pemerintah mengakui kesalahan masa lalu dalam tata kelola gambut melalui pembenahan secara sistematis dan struktural, termasuk di dalamnya kebijakan mengatasi ketimpangan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang selama ini sebagian besar dikuasai oleh korporasi.
Buah dari festival ini mulai terlihat pada penghujung tahun 2015, dimana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mulai mengerahkan tim-nya untuk melakukan uji teknis secara ilmiah dan kajian peraturan perundang-undangan guna meriview izin konsesi PT. LUM. Bersama WALHI Riau dan masyarakat, Tim yang dibentuk Menteri LHK ini kerja bahu membahu melakukan kerja di lapangan. Buah dari kerja keras ini pun membuahkan hasil positif, dimana pada 14 Juni 2016, Menteri LHK menerbitkan Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.444/Menlhk/Setjen/HPL.1/6/2016 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang pemberian IUPHHK-HT an PT. Lestari Unggul Makmur seluas 10.390 ha.
       Keberhasilan dorongan pencabutan izin PT. LUM tidak membuat perjuangan berhenti. Fase merebut daulat penuh terhadap wilayah kelola terus dilakukan. Pasca pencabutan izin, masyarakat bersepakat  memilih skema perhutanan sosial dengan mengajukan permohonan hutan desa kepada Kementerian LHK. Berbagai tahapan dan proses administrasi di tempuh guna memastikan pencabutan izin PT. LUM tidak digantikan dengan penerbitan izin lainnya di areal yang sama.
       Beberapa bulan berselang, kabar baikpun diperoleh. Pengajuan areal kerja Hutan Desa oleh 7 Desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur disetujui oleh Kementerian LHK. Sagu, Kelapa, Karet dan Kopi yang menjadi ciri khas 7 Desa ini bisa terus dipertahankan. Ancaman alih fungsi ekosistem hutan rawa gambut Tebing Tingi Timur menjadi kebun kayu akasia atau tanaman monokultur lainnya berhasil dihentikan. Tepat pada Jumat, 17 Maret 2017, Menteri Siti Nurbaya menyerahkan secara langsung Surat Keputusan Hutan Desa di 7 Desa Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti kepada 7 Kepala Desa yang hadir langsung di Medan. Paling tidak, hal ini menorehkan catatan kecil keberpihakan Negara kepada rakyat yang secara konsisten mempertahan sumber kehidupan dengan cara yang arif dan bijak berdasarkan tradisi lokalnya.
Selain menjadi petani sagu  sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa sungai tohor adalah menjadi seorang pedagang, ada yang berdagang di desa ini yang dominannya mereka berdagang bahan makanan yang di perlukan setiap hari (semabako) dan ada juga yang berjualan di pingir jalan seperti berjualan lontong  sayur,mie sagu dan beberapa jenis kue dari sagu. mereka berjualan dengan penuh suka cita bertekad untuk membahagiakan keluarganya, bejualan  hanya dengan memakai baju sederhana, meski hati terasa pilu melihat keadaan nya namun lukisan senyuman yang sangat meneduhkan tetap terpancar dari wajahnya.
Banyak pula para pegawai PNS di Desa sungai tohor , mereka ada yang berprofesi sebagi guru, dokter, camat,aparatur desa dan masih banyak lagi. mereka sukses dengan membawa nama baik desa tempat kelahirannya, sehingga desa sungai tohor adalah Desa yang mampu mengolah dan mencetuskan para generasi yang berbakat dan sukses dibidangnya.
Hubungan lalu lintas di Desa sungai tohor  cukup aman dan strategis, tidak banyak terjadi kecelakaan di sini. Selain jalannya yang selalu diperbaiki setiap tahun, , sehingga kendaraan yang melewati jalan Desa sungai tohor  mereka tidak membawa kendarannya dengan kecepatan tinggi dan selalu berhati-hati. Setiap sorenya selepas pulang mengaji banyak anak-anak remaja berpakaian rapi dan tertutup dengan kerudung dan jilbabnya yang berjalan-jalan mengendari motor berlalu lalang di jalan dengan wajah gembira ketawa-ketiwi bersama teman-temannya, entah membicarakan apa namun hal itu cukup menyenangkan, bukan hanya bagi mereka, tapi juga bagi yang melihatnya.

*Rio susanto - Walhi Riau